TRADISI REBO WEKASAN
B
|
anyak
orang mengenal Kudus sebagai Kota Santri, Kota Wali, atau juga Kota Kretek.
Namun bukan itu saja, di sisi lain, Kudus juga banyak sekali tradisi kebudayaan
yang masih terpelihara dengan baik. Seperti tradisi Dandangan di Kampung
Menara, tradisi Kupatan di Desa Sumber, tradisi ritual Mubeng Gapura Masjid di
Desa Loram Kulon, juga tak kalah menarik adalah tradisi ritual Rebo Wekasan
di Desa Jepang. Acara yang digelar setahun sekali ini, tepatnya pada malam
Rabu terakhir di Bulan Sapar (Tahun Hijriyah) dipercaya oleh sebagian
masyarakat sebagai ritual 'tolak bala', yakni ritual yang bertujuan
menghindarkan diri dari petaka yang akan menimpa, seperti yang dilakukan oleh
masyarakat Jepang, di Kecamatan Mejobo, Kudus. Aroma mistis dan sakral acara
tersebut bertambah kental, karena pelaksanaannya digelar di sebuah masjid
peninggalan para wali yang dikeramatkan. Masjid ini juga sudah termasuk sebagai
bangunan cagar budaya dan eksistensinya dilindungi undang-undang.
Ritual Rebo Wekasan memang hanya bermuatan lokal. Namun sudah dua
periode ini semakin meluas dan semarak. Panitia yang pada awalnya hanya terdiri
dari kalangan pengurus masjid, kini sudah mulai ada keterlibatan dari pihak
pemerintah, terutama Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Kudus.
Pemerintah menilai bahwa ritual Rebo Wekasan merupakan salah satu aset
kebudayaan yang dimiliki Kudus. Makna dari ritual Rebo Wekasan sangat tinggi,
antara lain adalah mencerminkan nilai religiusitas, persatuan dan penghargaan
terhadap alam.
Pemerintah juga berharap, gelar tradisi ritual tersebut menjadi
salah satu daya tarik wisatawan. Semaraknya acara tersebut sudah bisa kita
rasakan sejak H-5, diawali dengan ziarah kubur para wali, kemudian disusul
beragam acara, seperti: bazaar, pentas seni, pengajian dan akhirnya ditutup
dengan gelar kirab budaya. Rombongan kirab budaya bergerak mengelilingi desa
dengan jarak tempuh sekitar 5 km, dimulai dan berakhir di halaman masjid wali
Al-Makmur. Peserta kirab sudah tertata rapi, dengan pakaian tertentu yang
mencerminkan semua elemen masyarakat. Mulai dari pengusaha, buruh, pelajar dan
juga komunitas-komunitas masyarakat yang ada, seperti: karangtaruna, paguyuban
petani dan perwakilan-perwakilan dari seluruh masjid dan mushala Desa Jepang.
Masing-masing kelompok membawa atribut dan kreasinya, seperti:
gunungan yang berisi hasil bumi, miniatur masjid, penokohan seorang figur
sesepuh desa pada jaman dahulu, figur alim-ulama yang disegani, hingga
visualisasi para iblis dan simbol berbagai penyakit yang seolah-olah telah siap
menjangkiti masyarakat. Sebagai acara puncak, selepas Maghrib, mulai terdengar
gemuruh warga yang bernondong-bondong mendatangi masjid wali untuk mendapatkan
berkah 'Air Salamun', air keselamatan. Inti acara tersebut adalah pembagian Air
Salamun. Air tersebut diambil dari sumur wali yang merupakan sumur peninggalan
para wali. Setelah sebelumnya dibumbui bacaan doa-doa oleh para kyai dan para
santri, dilengkapi dengan pembacaan ayat suci Al Qur'an sampai khatam 30 juz.
Masyarakat mempercayai bahwa dengan meminum Air Salamun, maka
seluruh jasmani dan rohani kembali dibersihkan. Demikian juga segala penyakit
disingkirkan. Air Salamun juga seringkali dibawa ke rumah sebagai 'tolak bala'
di rumah, dan sebagian lagi disebar di area pertanian dan persawahan agar tanah
membuahkan kesuburan. Kearifan lokal seperti halnya melestarikan tradisi,
ziarah wali dan penghargaan terhadap air, patutlah kita tumbuhkembangkan agar
tercapai keseimbangan hidup.
1 comments:
Tulis commentsYouTube Search : YouTube (Videos) - Videoodl.cc
Replyyoutube search youtube youtube search youtube for free youtube videos by videodl.cc. youtube vid, youtube vid, youtube vids, youtube vids, youtube vids, youtube vids, youtube vids, youtube vids, youtube vids, youtube to mp3 320